Jumat, 13 Desember 2013

Penyakit Jantung Bawaan Dewasa (ACHD)





Gambaran Ikhtisar

Peningkatan jumlah anak-anak dengan penyakit jantung bawaan yang bertahan hingga dewasa dikarenakan oleh peningkatan besar pada operasi, medis, anestesi dan perawatan intensif selama beberapa dekade terakhir. Ketahanan pasien bawaan hingga dewasa saat ini mencapai 85% dibandingkan dengan 15% daya tahan beberapa dekade lalu.  Grup baru pasien ini sekarang beranjak dewasa dan membutuhkan pemantauan teratur dan kadang intervensi bedah lebih lanjut diperlukan. Dengan beberapa kondisi pengecualian, ligasi patent duktus arteriosus (PDA) terisolasi dan penutupan atrial dan ventrikular septal defect terisolasi, operasi pencangkokan menjadi menyempit, tersumbat dan tidak kompeten dengan waktu. Sebagai tambahan hasil medis dan operasi, populasi yang berkembang ini juga menghadapi masalah sosial, psikologi dan tingkah laku sepanjang hidup mereka.
Sudah waktunya penyakit jantung bawaan dewasa (ACHD) mendapat pengakuan dunia dan di Singapura menjadi sub spesialisasi kardiologi.

Ukuran masalah

Kejadian penyakit jantung bawaan (CHD) di Singapura 0.81% dari total lahir hidup berdasarkan daftar cacat lahir dari 1994-2000. Di Singapura, dengan perkiraan populasi sekitar 4.3 juta, perkiraan jumlah dewasa dengan penyakit jantung bawaan berkisar antara 12.000 dewasa dengan ekstra 300-320 kasus bertambah setiap tahun, diasumsikan kelahiran 37.000-40.000 bayi tiap tahun. Ini diperkirakan bahwa dekade depan, jumlah pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan di dunia akan melebihi anak-anak.

Tantangan

Selain peningkatan ekspektasi hidup mereka, pasien bawaan memasuki kedewasaan dengan beberapa persoalan:
  • Keterbatasan pengertian bahwa mereka memiliki penyakit bawaan
  • Banyak percaya bahwa mereka ‘sembuh’, tidak sadar kemungkinan bahwa setelah mereka operasi dan membutuhkan operasi lebih lanjut
  • Persoalan medis dan bedah yang membutuhkan konsultasi ulang seumur hidup, cek up teratur dan investigasi dan evaluasi ulang
  • Persoalan yang berhubungan dengan kehamilan, kontrasepsi, resiko keturunan yang harus didiskusikan
  • Resiko endokarditis dan kebutuhan pengobatan preventif antibiotik
  • Manajemen masalah medis non jantung terasosiasi
Persoalan sosial, emosional, finansial, vokasional, edukasional, psikologikal dan gaya hidup spesifik terhadap individu masing-masing. Ketika mereka beranjak dewasa, pasien ACHD perlu mandiri dalam hidup mereka, mengganti perlindungan berlebih orang tua di masa kanak-kanak dengan tanggung jawab dan kematangan mereka sendiri.


Program Penyakit Jantung Bawaan Dewasa (ACHD) NHCS

Program ini pertama mulai tahun 2003 dan sekarang menawarkan
  • Klinik ACHD sekali seminggu dengan rata-rata 20 pasien setiap sesinya, dengan rencana peningkatan ke 2 klinik ACHD per minggu. Selain menawarkan perawatan konsultasi ulang pasien ACHD, kami juga melakukan pemeriksaan pasien yang dicurigai menderita Marfan, pengawasan ketat pasien ACHD selama kehamilan.
  • Transisi Klinik Bulanan di KK Hospital, dijalankan bersama dengan kardiologis anak-anak dari KKH pasien diatas 16 tahun. Tujuan adalah untuk memberikan pasien anak-anak transisi lancar dari pelayanan kardiologi anak-anak ke kardiologi dewasa. Ini mengantisipasi bahwa 150-200 pasien setiap tahun akan transfer dari pelayanan anak-anak ke dewasa.
  • Sesi echo bawaan mingguan, dengan antisipasi 800-1000 echo bawaan per tahun.
  • Katerisasi dan intervensi jantung bawaan mingguan (khususnya alat penutupan ASD dan PFO).
  • Intervensi bedah termasuk prosedur ekstra-kardiak Fontan untuk jantung uni-ventrikular, penggantian homograft pulmonal untuk pasien Tetralogi Fallot dengan regurgitasi pulmonal parah, konduit Rastalli untuk pasien dengan atresia pulmonal
  • Keahlian di bidang gambar nuklir, Gambar Magnetik Resonansi dan Gambar CT Multislice CT
  • Keahlian di bidang alat pacu, pengobatan aritmia dan ablasi pasien bawaan
  • Keahlian di bidang kardiopulmonal dan tes olah raga
  • Keahlian transplantasi jantung dan paru-paru untuk pasien terseleksi dengan penyakit jantung bawaan tahap akhir.
  • Perawat edukasi ACHD, mendukung dan merawat pasien ACHD dan keluarganya.

Kesimpulan

Bertahan hingga dewasa, pasien ACHD sekarang menghadapi tantangan baru tidak hanya meliputi masalah medis atau bedah tetapi meluas ke persoalan psikologi, vokasional dan gaya hidup. Penyakit jantung bawaan adalah kondisi heterogen dengan berbagai variasi kompleks dan berat. Maka dari itu, semua pasien ACHD (dengan kekecualian mereka yang menderita penyakit jantung valvular terisolasi menengah atau mereka dengan perbaikan Patent Duktus Arteriosus, kerusakan Ventrikular Septal dan Atrial Septal) harus dipantau di unit ACHD khusus dengan tim multidisiplin yang dapat mengantisipasi berbagai persoalan individual. Hanya dengan demikian kami dapat memberikan perawatan yang memadai dan bekerja sama untuk meningkatkan hasil klinis bagi k

Selasa, 26 November 2013




LAPORAN PENDAHULUAN KOMUNIKASI KEPERAWATAN
aLogo_stikes_kudus.gif
Nama kelompok 8:
1.               Mira Herlina
2.         Maya Rianti
3.         Ma’aruf Amin
4.       Moh Bintang s

STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN AJARAN 2013/2014
MAKALAH KOMUNIKASI

 PROSEDUR MENERIMA PASIEN DIRUANG PERAWATAN

  • FASE ORIENTASI
1.      Memberikan salam kepada pasien dan menyapa nama pasien
2.      Memperkenalkan diri
3.      Menyebutkan panggilan kesukaan
  •    FASE KERJA
1.      Menjelaskan bahwa anda adalah perawat yang jaga hari ini dan akan membrikan perawatan
2.      Menjelaskan kepada klien jika klien berada diruang ( menyebutkan nama ruangan )
3.      Menjelaskan fasilitas diruangan ( kamar mandi, toilet, ruang perawat, tempat sholat, tata tertib. Dll )
4.      Membrikan kesempatan klien untuk bertanya jika belum jelas
5.      Menjelaskan pada klien bahwa akan dilakukan pemeriksaan tanda vital
6.      Menjelaskan tujuan dilakukan pemeriksaan tanda vital
7.      Menanyakan kesiapan klien
8.      Melakukan pemreiksaan tanda vital
9.      Menjelaskan hasil pemeriksaan tanda2 vital
10.  Menjelaskan kepada klien dan keluarga jika memerlukan bantuan seurh tekan bel yang ada diatas tempat tidur
11.  Menganjurkan klien untuk beristirahat 
  •  FASE TRMINASI
1.      Melakukan evaluasi
2.      berpamitan

TEKNIK KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN
A. Analisa Proses Interakasi (API), adalah sarana menganalisa tahap-tahap komunikasi antara perawat dan klien baik verbal maupun nonverbal. Kemudian keduanya dilakukan interpretasi.
Strategi pelaksanaan terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu
:
1) Proses keperawatan dan
2) Strategi komunikasi pada saat melaksanakan tindakan keperawatan.
(1)Proses keperawatan merupakan kemampuan intelektual perawat dalam menjustifikasi sumber tindakan keperawatan yang akan dilakukan secara ilmiah.
Contoh 1.
Seorang perawat yang akan melakukan pengukuran tanda-tanda vital (TTV), sebelumnya ia harus mengetahui :
1) apa diagnosenya
2) apa tujuan yang akan dilakukan TTV
 3) apa saja prosedur tindakan TTV.
Contoh 2
Seorang perawat akan membina hubungan saling percaya (BHSP), sebelumnya ia harus mengetahui :
1) Kondisi klien,
2) Apa diagnosenya,
3) Apa tujuan dilakukan BHSP, dan
4) Langkah-langkah dalam membina hubungan saling percaya.

(2) Strategi komunikasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan adalah tahapan komunikasi terapeutik perawat-klien; pra interaksi, perkenalan/orientasi, kerja dan terminasi.
Contoh
Salam terapeutik pada saat perkenalan, “Selamat pagi bu, saya Ana Maria, saya seorang perawat di ruang perawatan ini, saya biasa di panggil suster maria, nama ibu siapa? “saya pungki irawati”, senang dipanggil siapa ibu?, “ saya senang dipanggil ibu Pungki. Begini, ibu pungki saya suster maria yang akan merawat ibu pada sift pagi……. Dan seterusnya.

Ada banyak teknik-tenik komunikasi, diantaranya adalah:
1.Pertanyaan terbuka
Pertanyaan terbuka adalah perawat memberikan dorongan kepada klien untuk dapat mengungkapkan perasaannya. Nilai terapeutiknya adalah seorang perawat penunjukkan penerimaan serta mendorong munculnya inisiatif klien. Untuk klien jiwa usahakan untuk menggunakan teknik pertanyaan terbuka dari pada tertutup.
Contoh :
”saya merasa gembira bapak bisa menjenguk anaknya, sehingga saya bisa tahu lebih banyak dari bapak, Bagaimana sebenarnya yang menimpa anak bapak di rumah ?
2.Diam
Diam adalah seorang perawat tidak melakukan komunikasi verbal dengan alasan terapeutik. Nilai terapeutiknya adalah memberi waktu kepada klien untuk berfikir dan menghayati sementara perawat memberikan dukungan dan penerimaan.
Saat kita berkomunikasi, baik dlm pergaulan di kantor, mengikuti seminar, maupun komunikasi dlm keluarga serta hubungan sosial lainnya, diperlukan komunikasi yang baik, bila tidak bisa lebih baik diam, dan untuk dpt merespon dengan baik kita perlu atau harus mendengar dengan baik
Manusia berbicara setiap masa. Bicara yang baik akan membawa keselamatan dan kebaikan. Oleh karena itu diam adalah benteng bagi lidah manusia. Dari pada mengucapkan perkataan yang sia-sia.
Diam pada saat yang tepat merupakan karakter orang-orang besar, sebagaimana berbicara pada saat yang tepat merupakan tabiat termulia.
Hikmah diam
1) Benteng tanpa pagar
2) Perhiasan tanpa berhias
3) Kehebatan tanpa kerajaan
4) Kekayaan tanpa meminta maaf kepada orang
5) Menutupi segala aib
6) Istirahat bagi ke-dua malaikat pencatat amal

3.Mendengar
Mendengar adalah proses aktif perawat dalam menerima informasi dan menelaah reaksi atau respon klien. Nilai terapeutiknya adalah secara nonverbal seorang perawat menerima dan mampu mengkomunikasikan kepada klien dengan menunjukkan minat serta memperhatikan masalah yang dihad
api.
Ketrampilan mendengar dengan baik (good listening skill) sangat penting, baik di tempat kerja maupun dalam kehidupan sehari-hari
a.Skill atau ketrampilan adalah sesuatu yang kita latihkan dengan sungguh-sungguh, sehingga
akan dipraktekkan dan kmd menjd kebiasaan
b.Sangat sedikit kita mendapatkan pelatihan bagaimana mendengar aktif (Active listening) sehingga kita dapat mendengar sacara efektif (efektif Listening)

Apakah anda tahu, bahwa :
a. Sebagian besar kita tidak pernah berfikir tentang bagaimana “mendengar”, padahal kita
sebenarnya telah mengeluarkan separo waktu kita dlm mendengarkan
b. Sekitar 50% “kesalah pahaman” terjadi akibat org tdk mendegar secara efektif
c. Sebagian dari kita tahu dan percaya bahwa menjadi pendengar (being heard) sudah cukup!,
tidak perlu mendengar dengan baik (listening).
d. Orang percaya hal tersbt (hanya mendengar saja), krn seseorang mempyi kemampuan dengar
(hearing ability) dan dgn sendirinya menganggap dirinya “pendengar yg aktif” (?)
e. Sebagian kita tdk pernah memahami bahwa mendengar aktif (active listening) sangatlah penting
f. Perlu diketahui : 80% dari komunikasi (interpersonal communication) adalah Non verbal
g. Faktor perintang “tdk bisa menjadi pendengar aktif”
:
(a)menghayal
(b)berfikir ttg org lain, tempat lain atau barang
(c) menyiapkan respon dengan membthkan
(d) banyak waktu
Strategi menjadi pendengar aktif
:
(a)Dibutuhkan waktu utk mendengar
(b)Berikan penuh perhatian
(c)Memulai membuat point utama
(d)Jangan bereaksi berlbhan dalam menyampaikan respon
(e)Jangan bereaksi berlbhan dlm mengulas isi
(f)Jangan mengganggu perhatian
(g)Dengarkan baik-baik
(h)Pahami isi pikiran
(i)Jangan memonopoli
(j)Sesuaikan kecepatan pada berfikir

Reflekting skills/kemampuan merefleksikan ide, pikiran, perasaan adalah dengan cara
memberikan umpan balik

4.Refleksi
Refleksi adalah seorang perawat mampu mengarahkan kembali ide, pikiran, perasaan, pertanyaan dan isi pembicaraan kepada klien. Nilai terapeutiknya adalam mampu memvalidasi apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat dan rasa hormat terhadap klien
Contoh
Klien , ”apakah saya sudah diperkenankan pulang akhir minggu ini ?”
Perawat, ”menurutmu apakah kamu sudah merasakan dapat mengatasi masalah, sehingga kemudian kamu ingin pulang?”
Keterampilan refleksi
5.Klarifikasi
Klarifikasi adalah seorang perawat mampu menjelaskan ide, perasaan, pikiran yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan maksudnya. Nilai terapeutiknya adalah membantu mengklarifikasi perasaan, ide dan pikiran klien dan memberikan penjelasan tentang hubungan antara perasaan dengan tindakan.
Contoh
Klien, ”saya benci tempat ini, saya tidak betah disini”
Perawat, ”kamu tidak betah disini?”

6.Memfokuskan
Memfokuskan adalah membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih. Nilai terapeutiknya adalah pembicaraan tidak keluar dari topik yang dipilih, sehingga klien tidak mengalami kesulitan dalam memberikan kesimpulan.
Pasien, ”wanita sering menjadi bulan-bulanan”
Perawat, ”coba ceritakan bagaimana perasaan anda sebagai wanita?

B. Demensi hubungan
Kualitas hubungan sangat dibutuhkan oleh seorang perawat, sehingga bagaimana perawat dapat secara totalitas yaitu fisik dan psikologis dapat hadir dalam komunikasi. Kualitas tersebut menggabungkan perilaku verbal dan non verbal serta sikap dan perasaan pada saat komunikasi.
Menurut Stuart & Sundeen (1995), untuk mencapai kualitas hubungan yang efektif ditentukan oleh 2 demensi besar, yaitu dimensi responsif dan demensi yang berorientasi tindakan.
Dimensi responsif lebih kepada upaya menjalin kepercayaan yaitu pada fase orientasi. Demensi ini akan menentukan keberhasilan fase-fase berikutnya. Demensi responsi ini meliputi;
(a) Kesejatian yaitu seorang perawat mempunyai sikap iklas, terbuka dan transparan,
(b) Hormat atau respek yaitu seorang perawat memperlakukan klien tanpa syarat, menghargai,dan
menghormati sebagai seorang yang membutuhkan pertolongan,
(c) empati,
(d) konkrit yaitu seorang perawat mampu menggunakan bahasa yang jelas.
Demensi yang berorientasi pada tindakan ini adalah demensi yang memberi ruang untuk perawat mengobservasi hambatan klien dalam berhubungan. Hambatan ini terjadi bisa karena sisi internal klien seperi kepribadian klien tetapi bisa terjadi karena sisi ekternal karena lingkungan kurang adaptif.
Demensi ini meliputi;
(a) Konfrontasi yaitu seorang perawat mampu mengekspresikan sikapnya terhadap perilaku klien
yang menyimpang untuk tujuan memperluas kesadaran diri klien,
(b) kesegeraan yaitu seorang perawat sensitif terhadap perbaikan fungsi klien melalui
kemamdirian untuk pemenuhan kebutuhan dasar,
(c) Pengungkapan diri perawat yaitu seorang mampu memberikan informasi tentang diri, nilai,
perasaan dan sikapnya dalam rangka memfasilitasi klien belajar untuk mengungkapkan
perasaannya dan
(d) katarsis emosional yaitu seorang perawat mampu mendorong klien untuk mengungkapkan
perasaan yang mengganggu.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi unsur-unsur komunikasi:

Situasi
(a) Tempat melakukan komunikasi
(b) Pesan tdk lengkap
(c) Tekanan waktu

Pengirim
(a) Tdk memahami pesan yang disampaikan
(b) Melibatkan emosi
(c) Penggunaan bahasa yg berbeda / tdk setara

Penerima
(a) Pengetahuan dan pengalaman
(b) Perasaan/feeling
(c) Perhatian
(d) Pandangan norma/ budaya
(e) Mood/suasana hati
(f) Keadaan fisik
(g) mekanisme koping


Sumber kesalahan
(a) Pesan yg tdk lengkap
(b) Kesimpulan yg terll cepat
(c) Generalisasi
(d) Prasangka
(e) Kesan pertama
(f) Norma individu yg tak sama


D. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi
(1)Fisik (iklim, cuaca, suhu udara, bentuk ruangan, warna dinding, penataan tempat duduk,
alat-alat yang tersedia)
(2)Waktu (hari apa, jam berapa, pagi, siang sore)
(3)Psikologis (stirotipe, prasangka, emosi)
(4)Sosial ( nilai, sikap dan keyakinan, agama, budaya, status)
(5)Biologis (usia perkembangan, jenis kelamin )

E. Tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan yang akan dilakukan sesuai rencana dan tujuan
.
 Tahapan proses komunikasi
1. Pra Interaksi
Pra interaksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dengan orang lain. Jika
saudara telah siap maka saudara membuat rencana interaksi dengan klien, tetapi
sebaliknya jika saudara belum siap maka saudara perlu berdiskusi dengan teem, atasan,
dan lebih banyak membaca standar operaional prosedur. Hal-hal yang saudara siapkan pada
saat interaksi adalah :
a. Evaluasi diri
Evaluasi diri ini merupakan cara untuk mengetahui kesiapan dalam berinteraksi dengan
klien, dengan mempertanyakan kepada diri kita, seperti :
(1) Apa pengetahuan dan kemampuan saya miliki tentang kondisi pasien ?
(2) Apa yang saya ucapkan saat bertemu nanti ?
(3) Bagaimana respon saya selanjutnya ?
(4) Apakah ada pengelaman negatif sebelumnya ?
(5) Jika ada lakukan koreksi dengan cara membaca, konsultasikan dengan teem atau
kelompok
(6) Bagaimana tingkat kecemasan saya ?

b.Penetapan tahapan interaksi/hubungan
(1) Apakah ini interaksi yang pertama atau lanjutan ?
(2) Apa tujuan pertemuan ?
(3) Apa tindakan yang akan dilakukan ?
(4) Bagaimana cara melakukannya ?

c. Rencana interaksi
(1) Untuk interaksi dengan klien dan keluarga perlu direncakan : Rencana percakapan
tertulis, teknik komunikasi dan langkah-langkah tindakan (SOP).

2. Perkenalan/orientasi
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak
klien. Sedangkan orientasi adalah awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya.
(1) Perkenalan
(a) Salam terapeutik disertai perkenalan
ucapan salam :
Assalammualaikum, Selamat pagi, Selamat siang, Selamat Sore,
Selamat Malam, permisi dan sebagainya
(b) Mengulurkan tangan untuk berjabat tangan (disesuaikan dengan kondisi)
(c) Memperkenalkan diri
Nama saya Joni Suratno, saya seorang perawat dan biasa dipanggil
joni, saya yang akan merawat bapak pagi ini.....
(d) Menanyakan nama klien
Nama bapak, ibu, atau saudara siapa ?
Biasanya senang di panggil siapa ?
(2) Validasi
Apa yang ibu tuti rasakan di rumah ?
Apa yang terjadi di rumah sampai ibu tuti datang ke RS ?
(3) Kontrak
(a) Topik
Bagaimana kalau kita bicara mengenai apa yang dirasakan ibu tuti ?
Bagaimana kalau ibu saya periksa?
(b) Waktu
Kita akan bicara lebih kurang 10 – 15 menit ?
(c) Tempat (sesuaikan dengan keinginan klien)
Dimana tempat yang cocok untuk bicara menurut ibu ?
(2) Orientasi
(a) Salam terapeutik
Selamat pagi bu tuti
(b) Validasi
Bagaimana perasaan ibu tuti pagi ini ?
Bagaimana tidur ibu tuti tadi malam ?
(c) Kontrak
(a) Topik
Bu tuti masih ingat yang akan kita bicarakan pagi ini ?
Baik bu, pagi ini saya akan ganti verban ibu dan nanti saya bantu ibu tuti
latihan duduk ?
(b) Tempat dan waktu di sesuaikan dengan kondisi
3. Kerja
Inti hubungan perawat-pasien yang terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan di capai :
a) Meningkatkan pengertian, perasaannya, pikiran dan perilakunya
b) Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan klien
c) Melaksanakan pendidikan kesehatan
d) Melaksanakan terapi
e) Melaksanakan kolaborasi
f) Melaksanakan observasi/m
onitoring

Kamis, 21 November 2013

Serba-Serbi Stroke

Apakah stroke itu ?
Penyakit stroke adalah gangguan fungsi otak akibat aliran darah ke otak mengalami gangguan (berkurang). Akibatnya, nutrisi dan oksigen yang dbutuhkan otak tidak terpenuhi dengan baik. Penyebab stroke ada 2 macam, yaitu adanya sumbatan di pembuluh darah (trombus), dan adanya pembuluh darah yang pecah.
Umumnya stroke diderita oleh orang tua, karena proses penuaan menyebabkan pembuluh darah mengeras dan menyempit (arteriosclerosis) dan adanya lemak yang menyumbat pembuluh darah (atherosclerosis). Tapi beberapa kasus terakhir menunjukkan peningkatan kasus stroke yang terjadi pada usia remaja dan usia produktif (15 - 40 tahun). Pada golongan ini, penyebab utama stroke adalah stress, penyalahgunaan narkoba, alkohol, faktor keturunan, dan gaya hidup yang tidak sehat.
Penyebab stroke
Pada kasus stroke usia remaja, faktor genetika (keturunan) merupakan penyebab utama terjadinya stroke. Sering ditemui kasus stroke yang disebabkan oleh pembuluh darah yang rapuh dan mudah pecah, atau kelainan sistem darah seperti penyakit hemofilia dan thalassemia yang diturunkan oleh orang tua penderita. Sedangkan jika ada anggota keluarga yang menderita diabetes (penyakit kencing manis), hipertensi (tekanan darah tinggi), dan penyakit jantung, kemungkinan terkena stroke menjadi lebih besar pada anggota keluarga lainnya.
Penyebab serangan stroke lainnya adalah makanan dengan kadar kolesterol jahat (Low Density Lipoprotein) yang sangat tinggi. Koleserol jahat ini banyak terdapat pada junk food, atau makanan cepat saji. Selain itu, penyebab terjadinya serangan stroke lainnya adalah kebiasaan malas berolah raga dan bergerak, banyak minum alkohol, merokok, penggunaan narkotika dan zat adiktif, waktu istirahat yang sangat kurang, serta stress yang berkepanjangan. Pecahnya pembuluh darah juga sering diakibatkan karena penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi).
Gejala terjadinya serangan stroke
Gejala awal stroke umumnya pusing, kepala serasa berputar (seperti penyakit vertigo), kemudian disusul dengan gangguan berbicara dan menggerakkan otot mulut. Gejala lainnya adalah tergangguanya sensor perasa (tidak bisa merasakan apapun , seperti dicubit atau ditusuk jarum) dan tubuh terasa lumpuh sebelah, serta tidak adanya gerakan refleks. Sering juga terjadi buta mendadak atau kaburnya pandangan (karena suplai darah dan oksigen ke mata berkurang drastis), terganggunya sistem rasa di mulut dan otot-otot mulut (sehingga sering dijumpai wajah penderita menjadi mencong), lumpuhnya otot-otot tubuh yang lain, dan terganggunya sistem memory dan emosi. Sering dijumpai penderita tidak dapat menghentikan tangisnya karena lumpuhnya kontrol otak pada sistem emosinya. Hal itu membuat penderita stroke berlaku seperti penderita penyakit kejiwaan, padahal bukan. Hal-hal seperti ini yang perlu dimengerti oleh keluarga penderita.
Proses penyembuhan
Ada 2 proses penyembuhan utama yang harus dijalani penderita. Pertama adalah penyembuhan dengan obat-obatan di rumah sakit. Kontrol yang ketat harus dilakukan untuk menjaga agar kadar kolesterol jahat dapat diturunkan dan tidak bertambah naik. Selain itu, penderita juga dilarang makan makanan yang dapat memicu terjadinya serangan stroke seperti junk food dan garam (dapat memicu hipertensi).
Proses penyembuhan kedua adalah fisiotherapy, yaitu latihan otot-otot untuk mengembalikan fungsi otot dan fungsi komunikasi agar mendekati kondisi semula. Fisiotherapi dilakukan bersama instruktur fisiotherapi, dan pasien harus taat pada latihan yang dilakukan. Jika fisiotherapi ini tidak dijalani dengan sungguh-sungguh, maka dapat terjadi kelumpuhan permanen pada anggota tubuh yang pernah mengalami kelumpuhan.
Kesembuhan pada penderita stroke sangat bervariasi. Ada yang bisa sembuh sempurna (100 %), ada pula yang cuma 50 % saja. Kesembuhan ini tergantung dari parah atau tidaknya serangan stroke, kondisi tubuh penderita, ketaatan penderita dalam menjalani proses penyembuhan, ketekunan dan semangat penderita untuk sembuh, serta dukungan dan pengertian dari seluruh anggota keluarga penderita. Seringkali ditemui bahwa penderita stroke dapat pulih kembali, tetapi menderita depresi hebat karena keluarga mereka tidak mau mengerti dan merasa sangat terganggu dengan penyakit yang dideritanya (seperti sikap tidak menerima keadaan penderita, perlakuan kasar karena harus membersihkan kotoran penderita, menyerahkan penderita kepada suster yang juga memperlakukan penderita dengan kasar, dan sebagainya). Hal ini yang harus dihindarkan jika ada anggota keluarga yang menderita serangan stroke.